, ,

Pendidikan Politik Digital untuk Gen Z, Kritis dan Cerdas di Medsos!

oleh -80 Dilihat
oleh

Seirampah – Pendidikan Politik Digital Generasi Z kini menjadi kekuatan besar dalam lanskap demokrasi Indonesia. Hidup di era digital, mereka tumbuh bersama media sosial, algoritma, dan arus informasi yang nyaris tak terbendung. Namun, di tengah derasnya konten politik yang bertebaran di dunia maya,  menjadi kebutuhan mendesak agar Gen Z tak sekadar jadi penonton—tetapi juga partisipan cerdas dan kritis dalam demokrasi.


Gen Z: Digital Native, Tapi Belum Tentu Melek Politik

Pendidikan Politik Digital
Pendidikan Politik Digital

Baca Juga : Amazon Minta Maaf Usai Bikin Internet Lumpuh, Ungkap

Survei terbaru menunjukkan, sebagian besar anak muda berusia 17–27 tahun aktif menggunakan media sosial lebih dari 4 jam sehari. Tapi sayangnya, tingkat literasi politik mereka masih tergolong rendah. Banyak dari mereka lebih mengenal influencer daripada tokoh publik atau partai politik.

Padahal, di balik meme, trending topic, dan kampanye digital yang viral, tersimpan dinamika politik nyata yang memengaruhi masa depan mereka. Pendidikan politik digital hadir untuk menjembatani kesenjangan ini—mengubah konsumsi konten menjadi kesadaran kritis dan partisipasi aktif.


Tujuan Pendidikan Politik Digital

Pendidikan politik digital bukan sekadar mengajarkan teori ideologi atau struktur pemerintahan. Lebih dari itu, tujuannya adalah:

  1. Meningkatkan literasi digital agar anak muda mampu memilah informasi benar dan hoaks.

  2. Menumbuhkan sikap kritis, bukan mudah terprovokasi oleh opini sepihak.

  3. Mendorong partisipasi politik positif, baik melalui kampanye digital, diskusi publik, atau kegiatan komunitas.

“Anak muda perlu tahu bahwa satu unggahan di media sosial bisa membentuk opini publik. Itulah kenapa tanggung jawab digital harus diajarkan sejak dini,” ujar Dr. Ratri Kurnia, pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia.


Media Sosial: Medan Baru Politik Anak Muda

Kini, politik tak lagi hanya hadir di ruang debat atau ruang rapat DPR. Ia hidup di Twitter, TikTok, Instagram, dan YouTube. Kampanye politik bertransformasi menjadi konten ringan: video edukatif, podcast, hingga satire politik yang menghibur.

Namun, di sisi lain, media sosial juga menjadi lahan subur bagi disinformasi dan manipulasi opini. Beberapa akun anonim memproduksi narasi provokatif demi klik dan perhatian.

Skintific

No More Posts Available.

No more pages to load.